Monday, November 26, 2012

motherhood journey

menjadi ibu bukanlah pekerjaan mudah. akan selalu ada rintangan. jalan terjal dan berliku.

namun di balik setiap rintangan yang kita hadapi, ternyata kita bisa mengambil hikmah yang besar, jika kita bisa memaknainya dengan benar.

menjadi ibu, menunjukkan hati kita melihat dan merasakan keindahan yang tak bisa dilihat oleh orang lain. tak bisa pula dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga.

di saat orang lain melihat kegelapan, maka kita akan melihat cahaya. 

di setiap momen yang membuat kita merasa benar-benar tak berdaya, di sanalah kita dapat menemukan mutiara kehidupan yang tak ternilai harganya.

kuncinya adalah, mendekatkan diri dengan Sang Khalik. memperbanyak refleksi atau perenungan dan bertanya kepada diri sendiri, berdialog dengan hati. di sanalah akan kita temukan petunjuk dan kekuatan yang teramat dahsyat.

it's never too late to learn...

menjadi orangtua ternyata jelas membutuhkan kekuatan dan ketangguhan yang tidak mudah didapat. harus melalui berbagai trial and errors...

rasanya, sudah melakukan yang terbaik (menurut kitaaa...)

tapi, pada kenyataannya, hasilnya belum tentu sesuai harapan ya... adaaaa aja, yang dirasa tidak pas dengan harapan. yang ada, malah membuat perasaan bersalah, atau bahkan gagal.

di sini ini ternyata tantangannya jadi orangtua...

ada memang orangtua yang beruntung... namun tak jarang yang hanya "beruntung"...

ketika kita merasa luluh lantak memperjuangkan agar anak kita selalu dalam rengkuhan, di saat itulah sang waktu sedang menguji. seberapa besar keyakinan dan cinta yang kita miliki.

pada akhirnya, siapa barangsiapa yang menjalani perjuangan berat, mengarungi gelombang hingga karam lalu jatuh bangun dan terseok dan berhasil melaluinya, maka sesungguhnya dialah yang cintanya telah teruji.

jadi, jangan pernah ada kata menyerah. selama ada keyakinan dan cinta, di sana selalu ada harapan.

#solusi galau saat diri sendiri menghadapi masa-masa berat...

Thursday, March 15, 2012

Spiritual Parent

Spiritual Parenting (by Lita Ariani S)

Parenting adalah segala hal ikhwal pengasuhan dan dukungan terhadap proses tumbuh kembang anak yang meliputi aspek fisik, emosional, sosial dan intelektual sejak bayi hingga mencapai kedewasaannya. Spiritual adalah segala hal yang berkenaan dengan jiwa (rohani/ruh) dan segala sesuatu yang bersaifat non-material serta mengacu ke arah dimensi batin.

Jadi, spiritual parenting dapat diartikan sebagai sebuah konsep pengasuhan anak dalam keluarga, dimana dalam perannya, orangtua secara sadar menjalani proses belajar yang mengantarkan semua pihak (anak dan orangtua) ke arah pertumbuhan jiwa menuju nilai-nilai yang lebih luhur, mendekati sifat-sifat keilahian yang ada dalam diri setiap manusia.

Peran menjadi orangtua tidak semata menuntun pertumbuhan anak. Namun sejatinya, orangtua pun mengalami pertumbuhan spiritual bila peran ini dijalankan dengan segenap kesadaran, bahwa kita adalah satuan terkecil dari keseluruhan alam semesta, yang turut menentukan kebaikan masa depan alam semesta. Pertumbuhan spiritual dalam diri orangtua akan menghantarkan dirinya ke dalam dimensi kehidupan yang lebih mulia, karena menyadari bahwa kehadirannya sebagai orangtua sangat menentukan masa depan kehidupan.

Berdasarkan definisi di atas, dalam spiritual parent akan sangat mengutamakan pembentukan karakter dan kepribadian anak, meski tidak mengabaikan sisi-sisi lainnya. Namun karakter individual anak begitu utama sehingga orangtua sangat memegang peran dalam menjadi teladan bagi mereka.
Spiritual parent akan menitikberatkan pertumbuhan anaknya pada sisi spiritual, yakni mengasah sifat-sifat keluhuran seperti kejujuran, sopan santun, empati, welas asih, kepedulian, toleransi, menghargai orang lain, sikap tolong-menolong, memaafkan, menghargai perbedaan, rendah hati dan sebagainya terkait dengan kemurnian jiwa, terlepas dari apapun keyakinan yang dipeluknya karena sifat-sifat keluhuran ini bisa dimiliki oleh siapapun. Jadi siapapun, dengan keyakinan apapun yang dipeluknya, berkesempatan sama dalam mengasah nilai-nilai spiritual ini.

Di sini, pada titik temu ini, kesadaran spiritual memang dapat dikaitkan dengan kesadaran religi, namun bukan dalam konteks ritual, melainkan lebih ke arah dimensi ruhaniah atau kesadaran akan nilai-nilai keluhuran ruh atau jiwa, atau ibadah hati yang tercermin dalam akhlak atau sikap dan perilaku. Ini bukan berarti kita mengesampingkan kewajiban ritual. Kewajiban ritual tentu tetap menjadi sebuah dimensi ibadah fisik yang sejatinya dilakukan secara sinergis dengan hati agar diri kita senantiasa tetap tunduk pada kebesaran Sang Pencipta. Dan perasaan tunduk ini akan sejalan dengan kepekaan jiwa kita sebagai makhluk sosial yang saling menyayangi dan mengasihi tanpa memandang perbedaan apapun (status sosial atau ekonomi, etnis, ras, warna kulit, kasta, dan keyakinan).

Spiritual parent, dalam menjalankan perannya berupaya untuk melakukan pendekatan ke arah pemenuhan kebutuhan dasar anak dan menuntun anak dengan disiplin kesadaran dengan kasih sayang dan sikap saling respek serta menghindari sikap otoriter. Mereka akan menghargai segala keunikan, dan senantiasa berusaha menggunakan setiap kelebihan dan kekurangan anak sebagai penuntun untuk mengungkap esensi diri alami yang paling mendekati tujuan hidup sang anak.
Peran sebagai orangtua, dengan berbagai terpaan gelombang akan sedapat mungkin dijalani dengan kesadaran sebagai sebuah proses untuk mengasah potensi spiritual orangtua melalui refleksi diri yang bersifat meningkatkan kapasitas diri sebagai orangtua sejati.
Spiritual parenting memiliki orientasi membentuk generasi yang memiliki nilai-nilai luhur dan kepekaan nurani yang sangat berperan menjaga keutuhan serta harmoni kehidupan alam semesta.

- Lita Ariani S -

Sunday, March 11, 2012

Good Learner VS Good Achiever

"A good learner is absolutely different from a good achiever"...

Masih teringat dua tahun lalu, saat pengambilan rapor kakak Dhyani. Pertama kalinya saya menerima laporan hasil belajar anak ketika Dhyani duduk di bangku SD. Ya, rapor pertamanya....

Sebuah dialog yang terjadi antara saya dengan guru wali kelas Dhyani:

Guru: "Bu... Mohon maaf... Dhyani tidak mendapat peringkat pertama. Dia hanya peringkat ketiga di kelas."

Saya: "Apa? Maksudnya bagaimana Bu?" (Tercengang dengan ekspresi bagai anak kecil bangun tidur melihat seekor jerapah).

Guru: "iya bu... Dhyani itu sebenarnya sangat pintar. Hampir semua pelajaran, nilai dia tertinggi di kelas. Lebih tinggi dr yg peringkat 1. Tapi sayangnya, dia tidak terlalu suka membaca Quran. Sedangkan Al Quran termasuk salah satu muatan lokal di sekolah ini. Jadi cukup menentukan peringkat siswa."

Saya: "Oooh begitu... (Sambil tersenyum, mengangguk2 tanda paham). Ehm... Sebelumnya, saya sangat berterima kasih Bu, atas atensi dan apresiasi Ibu terhadap anak saya. Tapi saya perlu menyampaikan bahwa saya sangat gembira dengan apapun yang telah dicapai oleh Dhyani. Saya menyekolahkan Dhyani untuk menjadi pembelajar, bukan memburu predikat, Bu... Jadi, bagi saya, sudah cukup menggembirakan bagi saya jika mengetahui Dhyani menikmati proses belajar di sekolah."

Guru: "Oh gitu ya Bu. Tapi kan sayang Bu. Dhyani itu pintar sekali lho Bu... Terbukti, dia sangat kritis dalam setiap kesempatan. Dia tak segan-segan menyampaikan protes bila ada sesuatu yang tidak sejalan dengan pemahamannya. Dan cara serta pengetahuannya sungguh luar biasa."

Saya: "alhamdulillaah... Saya senang mendengarnya... Tapi mohon maaf Bu. Untuk hal yang dia belum sukai atau belum sanggup menguasainya, saya tidak akan memaksanya untuk ia kuasai saat ini, Bu. Meskipun itu menjadi muatan lokal. Bagi saya, kesenangan dan antusias Dhyani mempelajari sesuatu lah, yang lebih berharga dari apapun."

Guru: "apa tidak bisa dibantu Bu, misal dengan ikut TPA atau pengajian di dekat rumah?"

Saya: "Itu bisa-bisa saja Bu. Tapi saya mengajaknya mengaji, bila memang itu juga cukup memberi kesenangan baginya. Kalau hanya menjadi beban, tidak akan saya lakukan. Tapi saya akan mengajarinya sendiri di saat saya merasakan waktunya tepat." (Sambil mbatin ini guru pasti berpikir saya ortu yang suka ngeyel).

Guru: "Oh, ya sudah kalau menurut ibu seperti itu. Kami hanya menyayangkan saja Bu... Tapi ibu tidak masalah kan, jika Dhyani tidak mendapat peringkat pertama?"

Saya: "sekali lagi Bu, buat saya, yang penting bagi anak saya adalah dia menikmati kegiatan belajar, sehingga menuntut ilmu di sekolah pun menjadi sebuah proses yang menyenangkan seperti halnya di rumah."

Guru: "baiklah, Bu... Salam sayang ya Bu, untuk Dhyani..."

Saya: "terima kasih, Bu, atas perhatian dan kasih sayang Ibu dan semua warga sekolah ini"

Saat di rumah, ayah Dhyani hanya tersenyum mendengar kutipan dialog kami. Pertanda sangat memahami situasi.

Perjalanan berlanjut. Saya, dengan keterbatasan waktu (harus membanginya dengan putera kedua), tidak bisa banyak membantu kakak belajar. Saya hanya memantaunya dengan setiap hari menanyakan apakah ada tugas dan apa perlu bantuan dalam belajar. Hanya dua minggu sekali, saya mengontrol materi pelajarannya untuk selanjutnya kami jadikan bahan dikusi dengannya, termasuk Al Quran. Dia enjoy sekali, dan sangat antusias... Selebihnya, kami terus belajar untuk lebih banyak menikmati waktu bersama dengannya...
Semester kedua kakak bahkan mendapat peringkat 6, dan kami santai saja. Kami hanya bertanya, apakah dia senang belajar di sekolah. Kami bersyukur ia selalu menjawab senang sekali.

Saat kakak di bangku kelas 2, saya malah sama sekali tidak tahu peringkatnya karena kebetulan giliran ayah yang mengambil rapor. Bahkan ayah menjawab tidak tahu jika saya tanya tentang peringkat kakak.

Dua tahun berlalu. Tiba saat penerimaan laporan hasil belajar semester pertama kelas 3. Saat saya maju mendekat guru walikelas, belum sampai duduk, sang guru langsung berseru: "Ibuuu... Selamat ya, Dhyani ranking pertamaa..."

Waduuh... (Lho kok malah waduh?) Jujur, saya agak shock dengan cara sang guru menyampaikan "kabar baik" itu. Agak heboh, menurut saya...

Dan ini dialog kami saat itu:

Guru: "Selamat ya Bu..."

Saya: "ya, trima kasih Bu... Bagaimana Dhyani Bu?"

Guru: "wah, memang pintar sekali..."

Saya: "ehm... Maaf Bu... Yang ingin saya tanyakan, apa saja yang perlu diperhatikan. Seperti karakter atau kepribadiannya, apakah ada yang perlu diperbaiki. Karena ini yang bagi kami lebih penting..."

Guru: "oh... Ya ya yaa... Dia hampir tidak ada masalah Bu, termasuk dalam pergaulan dengan teman-teman. Hanya saja, dalam hal fokusnya dalam memperhatikan pelajaran. Dia masih saja suka ndableg. Kalo guru bicara, dia sibuk menggambar..."

Saya: #plaak...(Tepok jidat deh)#... "Ya ampuuun... Mohon maaf ya Bu... Saya juga masih terus memberinya pengertian. Tapi kelihatannya saya pun harus bersabar..."

Guru: "ya bu... Kami juga berusaha. Walau saat diingatkan dia mengatakan "oh iya iya Bu..". Cuma yang kami heran, meski dia sibuk dengan aktivitasnya, setiap saya tanya apa yang kami sampaikan, dia bisa menjawabnya dan benar Bu... Makanya kami suka dibuat geli oleh ulahnya..."

Saya: "mungkin memang begitu Bu, caranya enjoy menikmati pelajaran. Maaf ya Bu, kalau anak saya terkesan tidak respek..."

Guru: "tidak apa Bu... Kami semua guru sudah mengenalinya, jadi bisa memahaminya..."

Saya: "aduh, terima kasih, Bu..."

Sampai rumah, bahkan Dhyani pun tidak percaya kalau dia ranking 1. Saya malah bertanya padanya, apa yang membuat prestasinya membaik menurut dia. Diapun mengeluarkan secarik kertas dan menunjukkan sambil berkata,

"Dari semuanya, ini yang paling besar pengaruhnya buat kakak, bahkan dibanding usaha kakak. Apa ibu masih ingat, pernah memberi ini saat kakak mau ujian akhir semester?"

Saya: "hmm... Maaf, ibu hampir lupa..."

Kakak: "terima kasih ya Bu, dukungan ibu sangat berarti buat kakak."

Yah... Secarik kertas dengan note sederhana:

"Sukses ya matahariku... Ibu sayang kakak"

Dari sini, saya semakin yakin. Bahwa ternyata, bila ingin mengoptimalkan potensi buah hati, bukan dengan memberinya tekanan atau paksaan, melainkan memberi mereka semangat dan kepercayaan, dan menuntunnya untuk menemukan kekuatannya...

Dan menjadikan putera-puteri kita sebagai pembelajar, jauh lebih bijak dan manusiawi daripada menjadikan mereka sebagai peraih predikat...

Friday, March 9, 2012

Seni Komunikasi

Seni Komunikasi...

Entah dengan anak, entah dengan pasangan... Terkadang ada saja saat-saat yang menimbulkan kegalauan. Sementara kita semua selalu menginginkan suasana nyaman dan tenang, atau ceria penuh tawa...

Kalau kita mau belajar, ternyata kita akan mendapatkan banyak sekali ilmu. Hanya saja dibutuhkan kesediaan untuk mengintrospeksi diri dan melepaskan ikatan ego atau keakuan kita.

Berdasarkan pengalaman pribadi serta berbagai referensi, saya menarik kesimpulan bhw KEGAGALAN komunikasi antara kita dengan orang-orang tercinta antara lain adalah:

1. Kurangnya waktu (terutama waktu yang berkualitas) untuk saling berinteraksi satu sama lain.

2. Penilaian yang terlalu dini terhadap partner kita (entah anak atau pasangan). Kita perlu berusaha memahami karakter dan kondisi partner, serta tipe atau gaya komunikasi partner sebelum memberi penilaian. Berusaha mengetahui latar belakang perubahan sikap seseorang akan lebih memudahkan kita untuk mencari solusi ketimbang menghakimi atau menilai negatif.

3. Ketidakmampuan pihak yang semestinya berada pada posisi membimbing untuk senantiasa menambah wawasan dan membuka pikiran untuk melebarkan garis pandang atau cakrawala berpikir sehingga memicu kesalahpahaman atau prasangka.

4. Ketidakcakapan dalam berbahasa verbal.

5. Tidak ada pihak yang mampu melakukan komunikasi dengan cinta (atas dasar cinta).

6. Tidak ada pihak yang berupaya melihat ekspektasi (harapan) dari kedua belah pihak secara obyektif sehingga keduanya cenderung salah interpretasi dan salah sikap.

7. Tidak ada pihak yang memahami bahasa cinta sehingga tidak memberikan "ruh" pada komunikasi yang terjalin. Dengan kata lain, hambar.

8. Tidak ada pihak yang bersedia bersikap lentur, untuk memodifikasi ekspektasi dan cenderung bersikap egosentris (memaksakan kehendak tanpa melihat kondisi partner).

9. Tidak ada yang memahami tujuan dari komunikasi sehingga masing2 pihak terjebak dalam alam pikirannya sendiri.

10. Tidak adanya hasrat untuk saling membahagiakan, saling melengkapi dan saling membangun demi pertumbuhan bersama, dan demi keutuhan serta keharmonisan hubungan.

11. Ketidakmampuan melihat setting / momen komunikasi sehingga tujuan komunikasi tidak tercapai.

Mengutip statement Om Felix Marinka (66 th), peserta audisi Indonesian Idol 2012 ketika ditanya para juri, qoute resep untuk memiliki hubungan yang langgeng:

He said:
1. "First of all is communication." -- "yang pertama dari segalanya adalah komunikasi". #nah, penting banget, kaan?#

2. "Don't ever extend any error (in relationship)" -- "Jangan pernah memperpanjang sebuah kesalahan (dalam sebuah hubungan). Kalau ada masalah, segera diselesaikan, jangan pernah menunda untuk itu. #aiiih... Sedaaaap...#

Maknanya tak lain, betapa berharganya nilai sebuah komunikasi bagi keindahan dan langgengnya hubungan. Ya, komunikasi yang baik adalah "ruh" dari hubungan yang harmonis.

Mari kita terus belajar, meningkatkan skill komunikasi kita. Semoga tidak terjadi lagi kekeruhan atau kebuntuan komunikasi dengan orang-orang yang kita cintai.

Salam hangat,
- Lita Ariani S -

Thursday, February 9, 2012

Makna Indah Di Balik Kegagalan

Sepucuk Surat Untuk Kakak

Sejak pertama kali mendengar kabar bahwa kakak lulus dalam penyaringan peserta Paduan Suara untuk kompetisi tingkat Internasional itu, ibu merasa sangat terharu dan bangga, bercampur sedih karena harus melepaskan kepergian kakak ke tempat yang cukup jauh.

Di usiamu yang semuda ini, ibu sangat takjub, potensimu dalam dunia vokal ternyata begitu besar. Padahal, ibu ingat sekali, di bangku TK, bahkan hingga SD kelas 2, kakak tidak pernah mau jika diminta bernyanyi di depan kelas. Namun ibu sangat memahamimu, bahwa kau bersikap seperti itu karena tidak suka menjadi sorotan orang. Ibu tetap percaya bahwa sesungguhnya kau mampu, hanya tidak suka menunjukkannya.

Kini tiba saatnya, dimana kau tahu betul tempat yang tepat untuk mengasah kemampuanmu. Menyalurkan talenta dan gairahmu dalam dunia tarik suara. Di sini, di bawah naungan Gita Swara Nassa, Paduan Suara di sekolahmu tercinta kau merasa sangat nyaman mengalunkan indahnya suaramu. Ibu sangat senang melihatmu berkiprah dengan penuh cinta dan semangat.  

Kemarin, saat kau menempuh audisi tingkat akhir, dimana hanya tinggal selangkah lagi menuju kancah kompetisi Internasional itu, ibu merasakan sebuah kegalauan. Firasat yang begitu kuat bahwa kau tidak jadi berangkat (dan ini juga kau rasakan). Namun ibu tak kuasa menyampaikannya. Ibu hanya ingin kau tetap menikmati perjuangan tanpa memikirkan hasil akhirnya.

Dan ketika mengetahui bahwa firasat ibu benar, dengan segenap cara ibu sampaikan kepada kakak, berharap kakak berbesar hati menerima kabar ini. Dan kalaupun kau kecewa, it's okay, dear... Kau boleh merasakan kecewa.

Ibu bisa memahami perasaanmu. Kau sudah berjuang keras dan menumbuhkan harapan dan mimpi untuk menikmati hasil perjuanganmu. Mari berusaha untuk berbesar hati. Ibu pun siap menjadi tumpahan kesedihan hatimu hingga kau merasakan kekuatanmu kembali...

Kakak...
Ada hal yang sangat penting yang perlu kau pahami. Dalam hidup ini, akan selalu ada kompetisi. Namun bukan berarti jika kita tidak berada pada posisi teratas, kita gagal. Tidak, sayangku. Di balik apa yang kita terima ini, ada sebuah rahasia Tuhan yang sangat besar. Sebuah kesempatan untuk membesarkan 'Diri', yang tidak dimiliki ketika kita berada di puncak.

Ingatlah puteriku sayang, kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Demikian pula kesuksesan, bukanlah akhir dari perjuangan. Keduanya hanya merupakan tonggak perjuangan kita. Sesungguhnya, tidak ada kegagalan. Yang ada hanyalah, pengalaman berharga. Dan kegagalan hanyalah merupakan cara Tuhan yang paling santun untuk menunjukkan sebuah hikmah berharga di balik titik perhentian langkahmu.  

Marilah kita artikan "The Winner" sebagai pemenang dalam arti yang lebih besar, dengan jiwa yg lebih ksatria. Dengan pikiran jernih dan hati yang lapang. Bukan keberangkatanmu dan kesuksesanmu dalam ajang kompetisi internasional yang akan membuatmu tumbuh semakin kuat. Akan tetapi keikhlasanmu menikmati perjuangan beserta hasilnya yang justru akan menaikkan kekuatan dan kualitas pribadimu. Tidak semata kemampuan fisikal yang teruji, namun mental. Ya, mentalitas pemenang sejati.

Kita tidak akan merasakan kehebatan sebuah perjuangan jika tidak pernah berusaha bangkit dari "jatuh". Kemenangan bukanlah berarti selalu berada di atas atau berada di puncak tertinggi. Namun proses menapaki anak tangga satu demi satulah, yang menjadikanmu kuat.

Ibu yakin, bahwa kau adalah jiwa yang tangguh, terbuat dari materi yang kuat, yang memiliki kelembaman besar saat menerjang permukaan tanah. Kau tak akan takut menjadi hancur berkeping-keping, karena kau tahu bahwa kau akan memantul setinggi-tingginya.

Anggaplah dirimu bagaikan sebuah bola yang memiliki elastisitas luar biasa, sehingga ketika kau terjatuh, kau segera memiliki energi untuk kembali melayang. Dan hanya dedaunan yang telah rela gugur, akan mampu terbang dan mencapai tempat lebih tinggi ketika angin bertiup. Dan jikapun angin tidak membawanya pergi, maka ia akan menjadi pupuk yang menyuburkan bagi tanah yang disinggahinya.

Kak Dhyani sayang...
Ketahuilah... Ayah dan ibu tetap bersyukur dan bangga. Bagi kami, hikmah besar dari peristiwa ini adalah, kami mendapat sebuah kesempatan besar untuk menunjukkan kepadamu. Bahwa apapun yang terjadi, kami tetap mencintaimu, apa adanya. Tanpa harus kau jadi pemenang dalam kompetisi kehidupan. Bagi kami, kau tetap makhluk yang istimewa. Kami tetap bangga dan sayang padamu, sebagaimana kami begitu mencintaimu saat kau baru terlahir ke dunia ini.

Sayang, kau adalah wujud kasih sayang kami. Apapun yang terjadi, tak akan mengubah rasa cinta kami kepadamu. Tetaplah semangat berjuang dalam kehidupanmu, Nak. Menataplah ke depan dengan hati yang tegar seraya menggenggam cinta-Nya. Sebab hanya dengan kuasaNyalah kau dapat senantiasa berjalan. Kami hanya menuntunmu sementara. Hanya doa kami yang akan kekal menemani dalam perjalanan hidupmu. Dan kau adalah milik semesta. Oleh karena itu, persembahkanlah dirimu yang terbaik kepada dunia.

Selamat berjuang, sayangku...
We love you so much...

Saturday, February 4, 2012

Doa Untuk Anakku (1)

Anakku...

Saat kau belum terlahir... Ibu tak dapat benar-benar tahu... siapa sebenarnya ibumu ini...

Sampai saat itu datang... Saat suara tangis pertamamu membelah keheningan malam... Saat aku dan ayahmu melihatmu untuk yang pertama kali...

Barulah ibu menyadari siapa diri ibu... Ibu merasa benar-benar ikut lahir kembali bersamamu...
Ibu baru merasa benar-benar ada di dunia semenjak melihat kehadiranmu...

Kau adalah karya Tuhan yang terindah bagiku...
Makhluk yang memiliki gravitasi terbesar...
Yang membuat ibumu tidak sanggup untuk berpisah, bahkan untuk membantu ayahmu meringankan cucuran keringatnya sekalipun untuk kehidupan kita bersama. Beruntunglah kita karena ayahmu siap "berjuang sendiri" demi kita.

Ingatlah selalu kebaikan dan pengorbanan ayahmu.
Bagi kami... Kehidupan bersahaja sudah lebih dari cukup.
Karena Kehadiranmu sudah cukup menjadi alasan bagi kami untuk selalu mensyukuri nikmatNya.
Mari kita nikmati kehidupan yang penuh berkah ini...

Belahan jiwaku...
Kunikmati hari-hari bersamamu, termasuk hari- hari yang melelahkan... dimana sikapmu kadang tidak sejalan dengan harapan ibu... Namun ibu tetap ingin berusaha mengerti dan menyelami duniamu... Dan menjadi pengisi salah satu sudut hatimu... Untuk bersama-sama menikmati indahnya cahaya ilahi...

Satu hal yang selalu ibu minta kepadamu, "maafkan ibu"... Karena tidak bisa menjadi ibu yang sempurna... Ibu hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan. Terkadang, kelemahan ibu membuat keunikanmu tak dapat ibu lihat dengan cara yang terbaik.

Namun apapun yang telah terjadi... Ibu selalu mensyukurinya dan berusaha untuk menjadi orangtua yang lebih baik dari waktu ke waktu. Karena setiap pengalaman yang ibu jalani bersamamu... Selalu menjadikan hidup ibu menjadi lebih berwarna... Dan bermakna...

Kau memberi ibu kesempatan untuk belajar...

Karena dari kehadiranmu yang sangat istimewa ibu dapat menemukan dan menikmati keindahan cahaya ilahi...

Sinar matamu yang meneduhkan... Hatimu yang mendamaikan... Benar-benar memberi surga bagi ibumu...

Ibu tak tahu dengan cara apa ibu dapat mengungkapkan...

Betapa sayangnya ibu kepadamu...

Telah ibu kumpulkan berbagai untaian kata-kata indah dari berbagai pujangga di setiap belahan dunia...

Pun tak cukup rasanya untuk melukiskan perasaan sayang ibu kepadamu...

Kau begitu berarti... Lebih dari segalanya bagi ibu...

Dan sebagai persembahan kecil dari ibu untukmu...

Adalah sebuah doa...

Doa yang terbaik yang selalu ibu panjatkan untuk hidupmu...

Karena hanya Tuhan...

Ya... Hanya Tuhan... Yang memiliki kebaikan dari segala sesuatu...

Ibu berdoa...

Agar Tuhan selalu menjadi mata ibu... Di saat kau jauh dari mataku...

Agar kau selalu dapat merasakan dan memeluk cahaya ilahi di dalam hatimu yang murni... Untuk menuntun jiwamu sehingga selalu dipenuhi kebijaksanaan...
Hingga ibu merasa yakin untuk melepasmu pergi di saat dunia membutuhkanmu...

Agar Tuhan selalu menuntunmu dengan rahmatNya... Menuju pintu kedamaian...

Agar Tuhan membantumu menemukan cahayaNya... Di saat kau menemui kegelapan malam...

Agar Tuhan selalu memberimu keteguhan dan keyakinan...
Hingga kau akan selalu merasa aman dalam genggamanNya...

Dan tak ada lagi yang perlu kau takutkan dalam hidup ini...

Semoga pintu kedamaian dan kebahagiaan selalu terbuka untukmu...

Buah hatiku...

Hanya ini yang dapat kuberikan kepadamu...
Di saat kau jelang hidup yang semakin menjadi milikmu.

Perlahan... Waktu akan menunjukkan padamu... Bahwa kau adalah pribadi dan tangguh... Namun tetap berjalan dengan anggun dalam kehidupan...setelah kaulalui berbagai perjuangan...

Berjuanglah untuk hidup. Dan nikmatilah setiap perjuangan, tanpa pamrih apapun atas perjuanganmu. Tuhan merestui setiap kemenangan, namun bukan kemenangan sebagai hasil dari menaklukkan orang lain...
Melainkan kemenangan dalam menaklukkan angkara dan ambisi diri sendiri...

Raihlah kemenangan yang dapat dirayakan dan dinikmati bersama-sama...

Janganlah kau berjalan untuk menemukan musuh dalam diri siapapun... Jangan kaucari sebuah alasan pun untuk menjadikan kawanmu sebagai lawanmu...

Namun carilah beribu alasan untuk menjadikan lawanmu sebagai kawanmu...
Anakku...
Tak ada surga yang lebih nyaman
Selain degup jantung semangatmu
yang iramanya menjadi penghias kedamaian hatimu...

Ibu yakin... Kau akan menghargai apapun yang kau terima dalam hidup ini. Nikmatilah setiap "musim" yang bergulir. Karena setiap musim membawa berkahnya masing-masing.

Lihatlah segala sesuatu dengan mata hatimu.. Agar kau selalu dapat menemukan keindahan, hikmah serta kebahagiaan yang hakiki.

Bersyukurlah selalu.
karena hanya dengan bersyukur... Hatimu akan selalu damai dan bahagia...tanpa harus menanti apapun yang ada di luar dirimu...

Permataku...
Kau akan menjadi saksi perguliran zaman yang membuat hatimu semakin kaya dan arif walau harus menempuh sebuah pergumulan batin yang cukup hebat.

Tapi ibu percaya. Hatimu telah diterangi cahaya ilahi yang senantiasa menuntunmu untuk memilih secara bijaksana, tanpa harus melihat kenistaan atas yang lain. Cintailah hidup ini dengan segala warna-warninya...

Janganlah mengatasnamakan Tuhan sebagai pembenaran atas perbuatan apapun di luar suara hati nurani... Karena cahaya Tuhan hanya bersemayam pada hati yang sangat dalam. Yang tidak dikendalikan oleh nafsu duniawi.
Namun oleh kebersahajaan cinta.

Di saat kau berada di persimpangan jalan
Lihatlah ke dalam lubuk hatimu
Temukan cahayaNya di sana sebagai penuntunmu...

Satu hal yang ibu ingin kau tahu
Ada atau tidak ibu di sisimu
Ibu akan selalu mencintaimu...

Bersama ini... Ibu ingin menyampaikan terima kasih yang tak hingga... Atas kesetiaanmu mendampingi dan menjaga ibumu selama 9 bulan di dalam rahim ibu. Atas kesediaanmu menikmati air susu ibu sambil menumpahkan segenap cinta melalui tatapanmu saat kau dalam dekapanku. Dan atas setiap kebaikanmu selama kita hidup dan berjuang bersama... Karena kau telah membuat kehadiran ibu menjadi sangat berarti...

Semoga kau tumbuh menjadi pribadi yang dapat memberi arti bagi kehidupan...

Agar ibu merasa... Hidup ibu tidak pernah sia-sia...

Terakhir, ketahuilah sayang... Bahwa Ibu sangat bersyukur, karena telah dipercayai Tuhan untuk menjadi ibumu...

Peluk cium, ibumu...

Doa Untuk Anakku (2)

Anakku
Hiduplah dengan kedua kakimu yang kokoh bersama pendirian yang teguh
Namun berjalanlah bersama nurani yang selalu membimbingmu...

Kau tak perlu takut kehilangan apapun dan siapapun. Kau tak akan pernah kesepian. Kau tak kan pernah kesepian dan mencari-cari teman dengan segala cara. Teman bisa datang dan bisa pergi. Tapi dirimu tetaplah dirimu, yang lebih berharga dari apapun.

Karena dalam dirimu, kau memiliki segalanya. Terutama cinta. Ya. Cinta.
Cinta itulah yang menjadi teman setiamu. Cinta itu tak akan pernah pergi. Karena cinta itu adalah dirimu sendiri.

Dengan cinta dan nurani, berjalanlah. Kau takkan pernah merasa kegelapan. Karena seseungguhnya disanalah cahaya ilahi menyala. Dan tak mengenal padam.
Disanalah tangan perkasa akan selalu menuntunmu. Dengan kelembutan yang sangat nyaman meski sesekali mengajakmu terombang-ambing di atas jurang yang dalam.

Kau tak perlu mencari tuntunan dari siapapun. Karena hanya Dia yang bisa menuntunmu. Dan jika kau selalu melihat ke dalam nuranimu sendiri, di sanalah Dia. Disanalah Dia. Senantiasa menunggu untuk mendengar permohonanmu akan sebuah petunjuk.

Anakku
Hidup tak selalu mudah.
Namun hidup ini adalah berkah.
Jangan kau persulit hidup ini dengan pikiran yang rumit dan sempit. Bukalah matamu dan mata hatimu lebar-lebar. Agar kau senantiasa menemukan pencerahan dan keberlimpahan. Bukan kesenangan, namun kedamaian dalam segala hiruk pikuk atau kesengsaraan.

Hidup ini terkadang begitu indah. Bagai hembusan angin sepoi-sepoi yang membasuh peluhmu dengan begitu kelembutannya. Namun kadang datang menghentak bagaikan badai yang menerjang secara tiba-tiba.

Kau akan tahu, sayang. Mana yang membuatmu semakin kuat dalam hidup ini. Dan satu hal yang perlu kau ingat, bahwa karakter kesejatian hanya akan terbentuk melalui badai kehidupan. Bukan kegelimangan dan kegemerlapan. Yang sesungguhnya semu, dan hanya bersifat sementara.

Sementara badai yang menyapu segala yang kau miliki, bahkan turut mengoyak pakaian yang membungkus tubuhmu sekalipun, tak akan membuatmu merasa takut dan kehilangan. Karena kau akan segera menemukan pakaianmu, yang kaurajut sendiri dari keyakinan. Dan itu adalah hidup yang sesungguhnya.

Jangan merasa hina jika tak memiliki harta. Namun merasa lemah lah jika kita tidak memiliki kasih kepada sesama. Kasih yang tak harus berwujud benda. Namun doa, sesungguhnya memiliki arti yang tak terperi walau tak terucap sekalipun.

Jangan kau berpikir bahwa kau miskin.
Hanya karena tidak memiliki teman yang istimewa, yang selalu sejalan denganmu. Merasa damai dalam perbedaan, dengan segala dimensinya, adalah jauh lebih berlimpah.

Keindahan persahabatan, bukanlah diukur dari seberapa banyak teman atau seberapa banyak mereka menyetujui pikiran kita. Namun seberapa jauh kita dapat menyelami kenikmatan dalam perbedaan itu. Dan seberapa kuat kita memandang jarak yang memisahkan sebagai sebuah tali kerinduan yang senantiasa mentautkan, namun tidak membelenggu.

Tegaklah berjalan dengan pikiran yang selalu terbuka. Agar tidak terjebak dalam keterbatasan diri. Horizon itu tidak akan memudar. Dan walau senantiasa melebarkan dirinya, kau tak akan pernah merasa sulit untuk melihatnya. Karena pikiran yang terbuka akan memberi sayap kepada hatimu. Agar selalu melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang tepat. Dan pada akhirnya, kaupun menyadari, bahwa segala sesuatu adalah indah.

Akan halnya masa lalu, apapun itu, kau bisa menganggapnya sebagai hadiah yang telah mengantarmu hingga ada di sini. Akan halnya masa depan, adalah sebuah keindahan jika kau bersahabat dengan sang waktu. Ukirlah waktumu agar menjadi penghias mimpi yang kau tenun.

Dengan demikian, kau akan mengetahui, bahwa bahagia adalah milikmu hari ini.

Selamat jalan buah hatiku...
Cahaya hidupku...
Peluk cium ibumu...